Paradoks nilai atau sering disebut dengan paradoks berlian-air adalah kontradiksi di mana air yang lebih berguna dari pada berlian, apalagi manusia tidak bisa hidup tanpa air, akan tetapi manusia lebih menghargai berlian lebih tinggi. Paradoks ini dipopulerkan oleh Adam Smith meskipun filsuf-filsuf yang lebih awal juga telah mencoba menjelaskan fenomena ini.[1]
Daftar isi
Pelajaran ini membahas: (1) Penjelasan paradoks nilai menggunakan teori nilai kerja dan (2) Penjelasan paradoks nilai menggunakan teori subjektif.
Penjelasan paradoks nilai menggunakan teori nilai kerja
Menurut teori nilai kerja (labor theory of value), berlian jauh lebih berharga daripada air karena dibutuhkan lebih banyak kerja untuk mencari, mengeksplorasi, dan menggali berlian. Sedangkan, air banyak ditemukan di mana-mana, atau dengan kata lain, tidak perlu kerja banyak untuk bisa mendapatkan air. Oleh karena itu, suatu barang bisa memiliki nilai guna/pakai (utilitas) yang tinggi, tetapi mempunyai nilai tukar yang rendah. Konsep terpisahnya nilai guna dan nilai tukar ini merupakan pandangan pakar ekonomi masa itu.
Meskipun sekilas masuk akal bahwa nilai tukar terkait dengan banyaknya tenaga kerja, akan tetapi konsep ini gagal untuk menjelaskan apabila seseorang kebetulan menemukan berlian di tanah tanpa bekerja, apakah nilai tukar berlian tersebut menjadi rendah? Konsep ini tidak bisa menjelaskan bagaimana barang yang diperoleh tanpa menggunakan kerja bisa menjadi berharga.[2]
Penjelasan paradoks nilai menggunakan teori subjektif
Menurut teori subjektif, berlian jauh lebih berharga daripada air karena penilaian subjektif seseorang. Hal ini terkait dengan kepuasan yang diperoleh seseorang saat menggunakan barang tersebut. Dalam menjelaskan paradoks berlian-air, pakar-pakar ekonomika neo-klasik menjelaskan bahwa bukan utilitas total berlian atau air yang menentukan harga, tetapi utilitas marjinalnya. Memang benar bahwa utilitas total air untuk manusia sangat luar biasa karena manusia membutuhkannya untuk bertahan hidup. Namun, utilitas marjinal air hanya tinggi untuk beberapa unit pertama, lalu setiap unit tambahan air menjadi tidak lagi memberikan nilai kepuasan bagi manusia.[3]
Dalam kondisi "normal," pasokan air bisa dikatakan hampir tidak terbatas di dunia, sehingga kebutuhan hidup manusia pada air telah tercukupi. Sebaliknya, pasokan berlian sangatlah langka. Hal ini membuat utilitas tambahan satu unit berlian lebih besar daripada utilitas tambahan satu gelas air. Oleh karena itu, orang-orang akan lebih menginginkan berlian dan bersedia membayar harga yang lebih tinggi untuk satu unit berlian daripada satu gelas air.
Di sisi lain, dalam kondisi "tidak normal" seperti ketika seseorang yang terdampar di padang pasir tanpa air, akan lebih menginginkan air daripada berlian. Dalam hal ini, air memiliki utilitas marjinal yang lebih besar daripada berlian sehingga orang itu akan membayar lebih untuk air, mungkin sampai ia rela untuk menukar berliannya demi segelas air, sampai pada titik kebutuhannya untuk bertahan hidup telah tercukupi.
Akan tetapi, karena kita pada umumnya berada dalam kondisi "normal," maka bisa dipahami kalau berlian lebih berharga dari air pada sebagian besar kasus. Pendekatan utilitas marjinal ini tidak hanya dapat digunakan untuk contoh air dan berlian saja, tapi dapat digunakan untuk barang yang lain.
Kutip materi pelajaran ini:
Kontributor Tentorku, 2019, https://www.tentorku.com/paradoks-nilai-paradoks-berlian-dan-air/ (diakses pada 21 Nov 2024).
Materi pelajaran ini bukan yang Anda butuhkan?
Anda bisa mengirimkan saran pada Tentorku di akun fb/twitter/google kami di @tentorku.
Topik dengan voting komentar terbanyak akan mendapatkan prioritas dibuatkan pembahasan.