Harga dasar (en: price floor) adalah harga minimum di mana suatu barang (atau jasa) boleh dijual. Sehingga, penjual tidak dapat menjual suatu barang dengan harga di bawah harga dasar tersebut.[1][2][3][4] Harga dasar ini sering disebut juga dengan harga terendah atau harga batas bawah. Harga dasar merupakan suatu bentuk intervensi pemerintah dalam mengendalikan harga untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti melindungi petani, buruh, karyawan, dan sebagainya.
Daftar isi
Pelajaran ini membahas: (1) Pengaruh harga dasar pada penawaran dan permintaan (pasar); (2) Contoh implementasi harga dasar; dan (3) Kontroversi harga dasar.
Pengaruh Harga Dasar pada Penawaran dan Permintaan (Pasar)
Ketika pemerintah melakukan intervensi pada pasar, maka "teori invisible hand" menjadi tidak lagi berlaku. Pada kasus ini terjadi apabila harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah berada di atas harga keseimbangan. Namun apabila harga dasar ditetapkan di bawah harga keseimbangan, maka intervensi tersebut tidak berpengaruh pada pasar. Untuk memahami bahasan tersebut, mari kita lihat tabel dan grafik di bawah ini:
Daftar Permintaan dan Penawaran Mie Instan
Pilihan | Harga (Rp) | Jumlah Permintaan (Unit) | Jumlah Penawaran (Unit) |
---|---|---|---|
A | 5.000 | 9 | 18 |
B | 4.000 | 10 | 16 |
C | 3.000 | 12 | 12 |
D | 2.000 | 15 | 7 |
E | 1.000 | 20 | 0 |
Dari data mie instan di atas, harga keseimbangan terjadi pada harga Rp. 3.000 dengan jumlah barang yang diminta 12 unit dan jumlah barang yang ditawarkan 12 unit. Apabila pemerintah menetapkan harga dasar lebih rendah dari harga keseimbangan, misalnya Rp. 2.000 (garis i), ini berarti penjual tidak boleh menjual barang dengan harga di bawah Rp. 2.000. Keadaan ini tidak berpengaruh karena penjual boleh menjual barang dengan harga yang lebih tinggi, maka boleh juga menjual pada harga keseimbangan Rp. 3.000.
Perdebatan timbul ketika pemerintah menetapkan harga dasar di atas harga keseimbangan, misalnya Rp. 4.000 (garis ii), ini berarti penjual tidak boleh menjual barang dengan harga di bawah Rp. 4.000. Akibatnya harga keseimbangan tidak dapat tercapai atau terjadi perbedaan jumlah permintaan dan penawaran (titik B). Pada titik B ini jumlah barang yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah barang yang diminta sehingga terjadi market surplus.
Contoh Implementasi Harga Dasar
Kita pastinya sudah seringkali mendengar harga dasar, harga terendah, atau harga batas bawah dari berbagai media cetak maupun elektronik. Berikut ini adalah contoh-contoh ketika pemerintah mengintervensi pasar menggunakan harga dasar:
- Upah Minimum Regional (UMR) ataupun Upah Minimum Provinsi (UMP): walaupun menggunakan istilah "upah" namun inti dari kebijakan ini adalah sama, yaitu membatasi "harga buruh" agar tidak menjadi terlalu rendah.
- Harga batas bawah taksi online: pemerintah menetapkan harga dasar agar taksi offline dapat bersaing dengan taksi online, ini adalah polemik yang masih hangat di tahun 2017 ini.[5]
- Harga batas bawah pesawat: pemerintah menetapkan harga dasar agar maskapai tidak mengabaikan keselamatan penumpang, karena harga murah umumnya kualitasnya pun kurang baik.[6]
Kontroversi Harga Dasar
Ketika pemerintah mengintervensi pasar dengan penetapan harga dasar, tentunya akan timbul pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut. Penganut sistem ekonomi pasar bebas tentunya berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya tidak ikut campur dalam pasar dan biarkan hukum permintaan dan penawaran berlaku. Sebab, adanya campur tangan pemerintah dapat membuat pasar tidak lagi efisien.
Apabila kita tinjau dari contoh UMR dan UMP, maka intervensi pemerintah dapat menyebabkan surplus tenaga kerja (pertambahan pengangguran) bila UMR lebih tinggi daripada harga ekuilibrium. Lalu bagaimana kalau tidak dibatasi? Di Indonesia yang jumlah penduduknya sangat tinggi tentunya tenaga kerjanya juga tinggi, dikhawatirkan jika hukum permintaan dan penawaran berlaku maka harga keseimbangan (gaji karyawan) dapat menjadi sangat murah. Terlebih lagi pasokan tenaga kerja tidak serta merta bisa dikurangi atau ditambah.
Pendukung upah minimum memandang kebijakan ini adalah cara untuk mengatasi masalah kemiskinan karyawan. Mereka menganggap buruh memiliki kualitas hidup yang buruk sehingga upah minimum dapat memberikan hidup layak pada buruh. Memang ada "efek samping" yaitu pertambahan pengangguran, namun efek buruk ini dianggap kecil dan tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan dari pengentasan kemiskinan.
Sedangkan mereka yang menolak upah minimum berpendapat bahwa kebijakan ini bukanlah kebijakan terbaik untuk mengatasi kemiskinan. Kebijakan ini dianggap tidak efisien untuk menyalurkan daya beli pada kelompok berpenghasilan rendah. Menurut mereka lebih baik menyalurkan penghasilan secara langsung (seperti BLT) atau subsidi daripada "mengganggu" pasar.[2][3]
Senada upah minimum, harga batas bawah untuk barang atau jasa juga menimbulkan kontroversi. Taksi online menolak adanya harga batas bawah karena menghilangkan keunggulan harga mereka dari taksi offline. Pihak maskapai juga keberatan karena argumen harga murah dapat membahayakan keselamatan dapat dipatahkan apabila walaupun dengan harga murah, mereka tetap dapat menjaga kualitas dan keselamatan penerbangan.
Kutip materi pelajaran ini:
Kontributor Tentorku, 2017, https://www.tentorku.com/harga-dasar-price-floor/ (diakses pada 21 Nov 2024).
Materi pelajaran ini bukan yang Anda butuhkan?
Anda bisa mengirimkan saran pada Tentorku di akun fb/twitter/google kami di @tentorku.
Topik dengan voting komentar terbanyak akan mendapatkan prioritas dibuatkan pembahasan.